Rabu, 07 Januari 2015

Misteri Kasus Pembunuhan Munir (2004)

Misteri Kasus Pembunuhan Munir (2004)

Kasus Munir

Munir yang bernama lengkap Munir Said Thalib, sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus menempati kursi Munir di kelas ekonomi.
Sebelum pesawat mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.
Pukul 22.05 WIB pesawat lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant membagikan makanan dan minuman kepada para penumpang. Munir memilih mi goreng dan kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2 jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.
Pada saat transit di bandara Changi Munir menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus. Lalu perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya sudah berbeda dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.
Dalam perjalanan, Munir meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan dari teko ke gelas diatas troli dilengkapi gula sachet.
Tiga jam setelah mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda. Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah.
Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir keluar sambil batuk-batuk berat.

demo kasus munir 

Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat. Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada.
Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.
Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam, kepada Munir sebanyak 5 ml.

Hal ini berhasil karena Munir kemudian tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet. Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh lemas di toilet.
Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.
Setelah dilakukan penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa didalam tubuh Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460 mg didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.
Namun terdapat keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana kandungan arsenik yang ditemukan didalam lambung Munir sedikit ganjil karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah hancur/melarut.

Ini terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam tubuh Munir baru dimasukkan ketika jenazahnya sudah di Indonesia. Spekulasi ini juga diperkuat dengan permintaan mereka untuk menahan lebih lama organ tubuh Munir.
Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (di mark-up) agar benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak lain.
Disebutkan juga ciri-ciri korban yang keracunan arsenik, antara lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang mengalami kerusakan, mulut keluar darah karena indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.

Apapun itu penyebab kematian aktivis HAM tersebut namun hingga kini tampaknya kasus tersebut belum tuntas walaupun ada beberapa orang yang telah dijatuhi vonis oleh pengadilan, namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa tidak puas dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.
Apakah ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh intelijen? tidak ada yang mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis.

Namun yang pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif dan tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI begitu bodoh untuk membunuh seseorang yang secara aktif mengkritisi berbagai persoalan HAM di indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa pasti mata dan tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada pemerintah Indonesia, dan pihak militer serta badan intelijennya, atau mungkin ada beberapa pihak yang telah gelap mata akibat sikap kritis dari Munir yang membuat mereka mengambil keputusan untuk menghabisinya.
Demikianlah kedelapan kasus pembunuhan paling misterius yang sempat “tercium” oleh media dan masyarakat Indonesia serta kasusnya belum terungkap hingga kini. Namun, entah berapa banyak kasus pembunuhan lainnya yang tak tercium oleh kita semua. Semoga info ini dapat menambah wawasan kita semua.

diambil dari : http://indocropcircles.wordpress.com/2014/06/13/8-kasus-pembunuhan-paling-misterius-belum-terkuak-di-indonesia/

1 komentar: