Sabtu, 10 Januari 2015

Traged Mesuji

Mesuji adalah kisah kerakusan korporasi, ketundukan pemerintah dan ignorance manusia modern. Sebab dari darah yang tumpah dan mengalir di kebun sawit, singkong dan karet, korporasi jadi kaya, kas pemerintah menggembung dan orang-orang Jakarta dan dunia selebihnya bisa menikmati minyak goreng yang jernih, bisa bermobil mewah dengan ban handal, bisa menikmati gemerlap kasino dan hingar bingar dunia gelap di tengah-tengah sejarah manusia modern abad ini.

   Dan apa yang kita saksikan di Mesuji, merupakan miniatur rangkaian cuplikan dan adegan kepedihan, ketidakberdayaan dan cucuran air mata orang-orang tertindas dan tak berdaya di Republik ini. Mesuji adalah cerita keburukan, seburuk apapun yang kita vulgarkan. Mesuji adalah cermin budaya kekerasan, barbarisme dan kemiskinan yang kemudian menyoal keberadaan kita mengenai hidup, manusia dan kemanusiaan.


Penyebab Terjadinya Tragedi Mesuji

Kasus Mesuji memang agak rumit dan unik. Rumit karena sebenarnya sudah sering terjadi di berbagai daerah (yang termasuk baru di Papua dan Bima) berkaitan dengan kepemilikan tanah dan pengelolaannya yang sering berakhir ricuh. Tepatnya menjadi problem. Sebabnya, seringkali ada dua versi dalam memandang persoalan kepemilikan tanah dan statusnya. Versi pemerintah yang seringkali dijadikan pegangan oleh pengelola sebuah usaha, dengan versi rakyat yang bersandar kepada tanah ulayat. Umumnya hal ini terjadi di daerah pedalaman atau wilayah hutan. Tidak jelasnya status kepemilikan tanah dan pengelolaan ini berpotensi rawan konflik.

1. Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Mesuji, Lampung dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dinilai karena pengkhianatan pemerintah pada Undang-Undang Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, Kamis (22/12) mengatakan sejak Orde Baru semangat UU Pokok Agraria dihabisi.

Pemerintah kemudian menerbitkan sejumlah paket undang-undang yang memihak kepentingan pemodal besar dan sistem kapitalisme. Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan yang terus berlanjut dengan penerbitan undang-undang lain dengan nafas serupa hingga era reformasi.  
Pada era Orde Baru, penerbitan undang-undang itu lantas dipadukan dengan program transmigrasi dan Perkebunan Inti Rakyat dengan skema lahan inti dan plasma bagi masyarakat, kata Henry yang juga Koordinator Umum Gerakan Petani Internasional (La Via Campesina).
Skema tersebut, imbuh Henry, tidak kunjung berjalan di banyak tempat hingga tahun 1980an. Pada sejumlah daerah hal itu justru menjadi konflik karena PIR yang bisa diperdagangkan sebagian kalangan pejabat.

2. Penyebab terjadinya aksi kekerasan yang disinyalir memakan korban sebanyak 30 orang warga sipil. Aksi kekerasan di sana ternyata dipicu oleh pelanggaran yang dilakukan perusahaan perkebunan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) dan PT Silva Inhutani.   


3. Perusahaan tersebut terletak di Ogan Komering Ilir (OKI), Mesuji, daerah perbatasan Lampung dan Sumsel.  















5 Fakta Tragedi Yang Terungkap ,yaitu :

1. Pertama, kejadian itu terjadi pada tiga lokasi, baik di Register 45, Desa Sri Tanjung (Mesuji-Lampung), dan Desa Sodong (Kecamatan Mesuji-Sumatera Selatan), dan ditemukan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan, meskipun dengan rincian persoalan yang berbeda-beda.


2. Kedua, sengketa lahan sudah terjadi dalam proses yang cukup lama, yang salah satu titik kejadiannya muncul dalam bentuk korban jiwa, korban luka, dan beberapa kerugian materiil di tiga lokasi itu.

3. Ketiga, utamanya pada dua tempat di Lampung, yaitu di Register 45 dan Sri Tanjung, jatuhnya korban jiwa perlu pendalaman lebih jauh dan tim akan berkoordinasi penuh dengan Komnas HAM terkait dengan persoalan HAM.

4. Keempat, kelompok aktor yang ada di masing-masing wilayah, ada dari unsur masyarakat, perusahaan, pemerintah, serta aparat keamanan dengan tingkat detil keterlibatan yang berbeda-beda di masing-masing setiap lokasi.

5. Kelima, jumlah korban jiwa yang meninggal akibat bentrokan di tiga lokasi tersebut untuk periode 2010-2011 adalah sembilan orang, masing-masing satu orang di Register 45, satu orang di Sri Tanjung, dan tujuh orang di Sodong

5 Tersangka Kasus Mesuji

1. Pertama, Heri Supriansyah (26), ditahan sejak 25 April 2011. Heri mengeroyok Saktu Macan dan menggorok leher Indra Syafei. Dia didakwa melanggar Pasal 338, Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 170 ayat 1 dan 2 ketiga KUHP.

2. Kedua, Muhamad Idrus (23), ditahan sejak 28 April 2011. Idrus memukul punggung Saktu Macan dengan kayu. Dia didakwa melanggar Pasal 338, Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 170 ayat 1 dan 2 ketiga KUHP.


3. Ketiga, Supriyanto (22), ditahan sejak 28 April 2011. Supri memukul tubuh dan kaki Saktu Macan dengan kayu. Dia didakwa melanggar Pasal 338, Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 170 ayat 1 dan 2 ketiga KUHP.

4. Keempat, M Ridwan (28), ditahan sejak 28 April 2011. Ridwan memukul tubuh Indra Syafei dengan kayu. Ia didakwa melanggar Pasal 338, Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 170 ayat 1 dan 2 ketiga KUHP.

5. Kelima, Tarjo, ditahan sejak 28 April 2011. Tarjo memukul kepala Indra Syafei. Dia dikenai Pasal 338, Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 170 ayat 1 dan 2 ketiga KUHP.
 
diambil dari : http://rifkadodol.blogspot.com/2012/01/tragedi-mesuji.html

0 comments:

Posting Komentar