Misteri Kasus Pembunuhan Munir (2004)
Munir yang bernama lengkap Munir Said
Thalib, sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht,
Belanda dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut
disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan
Polycarpus seorang pilot pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan
Polycarpus menawarkan kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat
dimana Munir menempati kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus
menempati kursi Munir di kelas ekonomi.
Sebelum pesawat mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.
Pukul 22.05 WIB pesawat lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant
membagikan makanan dan minuman kepada para penumpang. Munir memilih mi
goreng dan kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah
mengudara hampir 2 jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.
Pada saat transit di bandara Changi Munir
menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat
termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus. Lalu
perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya sudah
berbeda dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.
Dalam perjalanan, Munir meminta kepada flight attendant
Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia pun menyajikan segelas teh
hangat yang dituangkan dari teko ke gelas diatas troli dilengkapi gula
sachet.
Tiga jam setelah mengudara Munir bolak
balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara bernama Bondan, Munir
memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang ia kenal saat hendak
berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda. Tarmizi melakukan
pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa
nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah.
Tarmizi berpendapat Munir mengalami
kekurangan cairan akibat muntaber. Munir kembali lagi ke toilet untuk
muntah dan buang air besar dibantu pramugari dan pramugara. Setelah
selesai, Munir keluar sambil batuk-batuk berat.
Tarmizi
menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat.
Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka,
Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu sangat minim, terutama untuk
kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber,
semuanya tidak ada.
Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.
Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh
manis dengan tambahan sedikit garam. Namun, setelah lima menit meminum
teh tersebut, Munir kembali ke toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti
mual dan muntah, Primperam, kepada Munir sebanyak 5 ml.
Hal ini berhasil karena Munir kemudian
tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet.
Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh
lemas di toilet.
Dua jam sebelum pesawat mendarat,
terlihat keadaan Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan
kedua telapak tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir,
memejamkan matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir
meninggal dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.
Setelah dilakukan penyelidikan termasuk
oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa didalam tubuh Munir
ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460 mg didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.
Namun terdapat keanehan setelah dilakukan
otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana kandungan arsenik yang ditemukan
didalam lambung Munir sedikit ganjil karena seharusnya kandungan
arsenik tersebut sudah hancur/melarut.
Ini terkesan mempertegas spekulasi jika
kandungan arsenik dalam tubuh Munir baru dimasukkan ketika jenazahnya
sudah di Indonesia. Spekulasi ini juga diperkuat dengan permintaan
mereka untuk menahan lebih lama organ tubuh Munir.
Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (di mark-up) agar benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak lain.
Disebutkan juga ciri-ciri korban yang
keracunan arsenik, antara lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang
mengalami kerusakan, mulut keluar darah karena indikasi kerusakan sistem
pencernaan. Ketika arsenik masuk kedalam tubuh (dan racun mulai
bekerja), biasanya korban mengalami muntaber berat disertai
kejang-kejang.
Apapun itu penyebab kematian aktivis HAM
tersebut namun hingga kini tampaknya kasus tersebut belum tuntas
walaupun ada beberapa orang yang telah dijatuhi vonis oleh pengadilan,
namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa tidak puas dan meminta
pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.
Apakah ini tindakan kontra intelijen
ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh intelijen? tidak ada yang
mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin para pelaku utama pemberi
perintah untuk membunuh sang aktivis.
Namun yang pasti didalam sebuah kasus
pembunuhan terencana harus ada motif dan tujuan dari melenyapkan
seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI begitu bodoh untuk membunuh
seseorang yang secara aktif mengkritisi berbagai persoalan HAM di
indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa pasti mata dan tuduhan
internasional pasti akan mengarah kepada pemerintah Indonesia, dan pihak
militer serta badan intelijennya, atau mungkin ada beberapa pihak yang
telah gelap mata akibat sikap kritis dari Munir yang membuat mereka
mengambil keputusan untuk menghabisinya.
Demikianlah kedelapan kasus pembunuhan
paling misterius yang sempat “tercium” oleh media dan masyarakat
Indonesia serta kasusnya belum terungkap hingga kini. Namun, entah
berapa banyak kasus pembunuhan lainnya yang tak tercium oleh kita semua.
Semoga info ini dapat menambah wawasan kita semua.
diambil dari : http://indocropcircles.wordpress.com/2014/06/13/8-kasus-pembunuhan-paling-misterius-belum-terkuak-di-indonesia/
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus